KEBERSAMAAN BULAN DAN BINTANG
Liburan akhir semester tiba. Waktu yang
paling kutunggu setelah aku menyelesaikan UAS. Saat itu aku duduk di bangku
kelas lima SD. Usia yang belia dibandingkan usiaku saat ini yang tergolong puber.
Hari yang paling kutungg tiba, namun
terkadang seseorang justru gelisah tak menentu bila sesuatu yang ditunggu tiba.
Aku tak punya kegiatan yang bisa kulakukan saat liburan. Menikmati cemilan ditemani segelas air putih menjadi teman
sehari-hariku. Aku ingin sesuatu yang baru, sesuatu yang membuatku terpacu
untuk terus maju.
Tiba-tiba, omku datang ke rumah.
Namanya Om Natsir. Om Natsir memberikan kabar baik untukku mesti menurutku
biasa-biasa saja. Om Natsir memberikan informasi EHP (English Holiday Program). Kedengarannya menarik, lalu akupun
penasaran untuk mengikutinya.
Perasaan ini jadi bimbang, ragu untuk
mengikutinya. Apalagi pesertanya dari golongan putih abu-abu, sedangkan aku
putih biru saja belum pernah kurasakan. Namun akhirnya kubulatkan tekatku, lalu
akupun mendaftarkan diri.
Ternyata
aku harus di karantina selama 8 hari. Ya Allah, waktu yang lama bagiku karena
aku tak pernah tinggal di asrama sebelumnya.
Hari pertama. Aku duduk di tempat tidurku,
kupandang tumpukan-tumpukan baju yang ada dalam koper yang belum kututup. Berat
rasanya meninggalkan singgasana kamarku, tak terbayang betapa sengsaranya aku
disana. Sendirian, tak punya teman untuk berbagi camilan-camilanku. Namun
segala sesuatu membutuhkan pengorbanan, dan perjuangan.
“Jessie,
Jessie ayo cepetan keluar, acaranya akan segera dimulai!” Ajak ibuku yang
membuatku buyar dari lamunan.
Butiran
air kecil membasahi pipi ini. Akupun pergi meninggalkan istana kecil yang
selalu menemaniku kapanpun.
***
20
menit kemudian. Koper-koper berserakan di halaman asrama. Sungguh, rasanya
tak ingin beranjak dari motor suprax
keluaran 2000an ini. Ibu menurunkan koperku, mata ini serasa membengkak karena
menguluarkan butiran-butiran air mata ini. Ibu mengantarkan aku ke tempat
pembukaan acara.
Akupun
memeluk ibuku dengan erat seolah tak ingin kulepaskan dekapan lembut penuh
kasih sayang ini.
“Jessie sayang, ibu pulang dulu. Ibu
tahu Jessie berat melakukan ini, namun tak ada sesuatu yang indah tanpa perjuangan.”
Aku selalu percaya kata-kata itu.
Aku berusaha tegar. Lalu ibu mengantar
pada kakak-kakak yang menemaniku sekaligus tutorku.
Ibupun pulang.
Aku
berharap aku akan menjadi lebih tegar disini. Kakak-kakak menyapa dan
menyambutku dengan jailan-jailan mereka. Mungkin karena aku peserta terkecil di
program itu. Meski sedikit terpaksa, akhirnya akupun ikut tersenyum riang
bersama mereka. Betapa lucunya mereka.
Sesaat kemudian, Miss Marlina, salah seorang guru yang akan menemaniku datang menghampiri
kami. Meski perawakan tubuhnya mungil, namun dia sosok yang ideal bagiku.
Cantik, pintar, dan senyum merona selalu terpancar dari wajahnya. Sempurna!
Nyaris tak ada kekurangan yang terlihat.
“Hi
Jessie, welcome to our program, I’m miss Marlina, have nice program here,” sapanya padaku. Meski Miss Marlina terlihat ramah namun aku
hanya menjawab sepatah dua patah kata untuknya. Mungkin aku masih rindu suasana
rumah.
Andai aku tak punya hati, ingin kubuang
jauh rasa rindu ini bagai sampah tercecer di sepanjang kolong jembatan sungai
yang belum pernah terhiraukan. Sesuatu yang mustahil jika aku tak memiliki
hati. Karena aku adalah manusia yang diciptakan oleh Sang Kuasa dengan jasmani
dan rohani yang ada pada Jessie saat ini.
Kerinduan pada keluargaku membuatku tak
bersemangat belajar dan beraktivitas.
Pembukaan program telah usai.Para tutor memberi arahan, agar para peserta
segera berbenah dan melanjutkan kegiatan malam.
Detik jam terus berputar sebagai
perubahan waktu. Suara bel berbunyi menunjukkan pukul 20.00 WIB. Semua peserta
masuk kelas untuk bergabung di kelas introduction.
Mr. Edwinpun menyampaikan pelajaran. sungguh… pelajarannya monoton seperti
kalanya 2+3=5. Selalu saja begitu tak pernah berubah. Mulai dari zaman paleolitikum hingga neolitikum yang terus mengalami revolusi namun rumus itu tetap
sama.
Kelas introductionpun usai.Saatnya aku kembali ke pulau kapukku.
***
Wow…Sang surya terbit dari arah timur.
Ia menunjukkan cahaya sinarnya yang menembus kulitku. Seakan menyapa diriku
untuk mengucapkan “Selamat pagi Jessie”. Hari silih berganti. Suara antrian
mandi sudah ramai mengawali kegiatan hari ini.
Meski sesaat rindu ini datang,
stidaknya aku mulai menikmati hariku disini. Tak seperti yang aku bayangkan,
asal aku menjalani alur kehidupan dengan riang gembira, ternyata semuanyapun
bisa mulus. Jika ingin melewati jalan yang berkerikil, maka jangan hanya
pandang jalan itu. Maka cobalah maju, temukan jalan termudah yang bisa kau
tempuh. Tanpa terasa kau akan sampai di tempat yang kau kehendaki.
Pelajaran Gerunds akan segera dimulai. Mr.
Edwin sudah siap di meja favoritnya. Mr. Edwinpun memulai pelajaran.
”well
all my students, let’s start our lesson by reading basmalah together”, ajaknya. Kamipun menjawab “bismillahirrahmanirrohim”.
Kami begitu bersemangat hari ini.
Apalagi melihat kostum Mr. Edwin yang terlihat “jadul” dilengkapi accessories kaca mata bulat besar. Hal
baru justru membuat kami lebih bersemangat.
Mr. Edwin memberikan memberikan pelajaran
dengan sempurna. Tapi sesempurna apapun penyampaiannya, jika kita tak punya
rasa suka bagiku sama saja. Ada pepatah “Tak kenal maka tak sayang.” Aku rasa
ini memang benar.
Aku mencoba membuat hati ini cinta pada
Gerunds/apapun tentang Bahasa
Inggris. Aku berharap dengan hati ini, aku bisa memahami pelajaran yang
diberikan Mr. Edwin persis dengan
yang dikatakaannya layak Asas Black “Q
lepas = Q terima.” Itu adalah sebuah harapan yang aku sendiri tak bisa
memastikan kapan akan terwujud.
***
Memikirkan Gerunds memang tak pernah selesai. Tak terasa bayangan tubuhku
terlihat sepadan di tengah lapangan. Kami segera kembali ke asrama dan
melakukan isoma.
Perutku penuh dengan makanan. Kenyang
sekali rasanya! Setidaknya makanan ini membuatku lebih bersemangat, apalagi
game akan segera dimulai.”okey
friends…..now it’s time to have a game!” Seru Kak Humam yang kerap dijuluki
“mata sipit” oleh para
peserta.Semuanya pun bersorak riang gembira.
Permainan kali ini adalah game ghosis. Kami diminta memerankan
sosok hantu. Lalu hantu itu akan mencari mangsanya diantara kami. Kurasa
permainan ini memang biasa, tapi semangat dan kerja sama yang luar biasa yag
dibutuhkan. Kalo nggak ada kerja sama, pasti banyak teman kami yang akan jadi
mangsa.
Semua peserta begitu antusias dengan
permainan ini, tak sedikit diantara kami yang terjatuh di tanah lapang bawah
terik matahari. Tetapi, itu semua tak berarti apapun disbanding kekompakan
kami.
“Ayo teman, kesempatan tak datang dua
kali, nikmatilah permainan ini…..!”seru Kak Evi, kakak cewek paling imut
diantara kakak yang lain.
Suara adzan ashar terdengar.
Permainanpun usai. Aku dan yang lain segera menuju asrama untuk mandi dan
merebahkan badan meskipun hanya sebentar. Sambil ‘ngantri’ mandi aku,Kak Riska, Kak Tita, dan Kak Fara asyik ‘sonjo’[i]
di
teras kamar mandi. Kami berbagi cerita pengalaman.
Tiba-tiba terdengar suara Kak Kanza
yang asyik menyanyi lagu ciptaan grup band radja dengan keras tanpa
memerdulikan yang lain.”dududam dududam au… dududam dududam au”. Sebenarnya
suara Kak Kanza bagus, sayang ia selalu menyanyi dengan nada dan lyric yag
monoton.
“auuuu….bruk,bruk,bruk!”Suara itu
muncul di tengah lagu Kanza dan mengagetkan banyak orang. Setelah kami cari
ternyata Kanza terjatuh menggelinding dari lantai atas.
Lalu kami terkejut. Kak Fida, gadis
yang terkenal dengan latahnya spontan berkata,”eeeee…tdududdam dududam, Za kamu
kenapa bisa jatuh?”
“A…A..Aku nggak papa kok, beneran deh!”
sahut Kak Kanza dengan segera.
Teman-teman yang lain justru terkekeh
melihat raut muka Kanza yang beruka merah tersipu malu. Kanza segera bangun
dari tempat ia jatuh. Dan iapun kembali ke kamar. Di kamar dia bertemu
denganku. Aku lalu meledeknya,”Kak Kanza.. Kak Kanza, makanya kalo nyanyi
jangan sambil melamun.”
“Yeah.. terserah aku dong, nyatanya aku
ngga apa-apa kan?”jawab Kak Kanza.
Sejak saat itu aku dan Kak Kanza
menjadi dekat. Bahkan kami sudah kakak-adik.
Kak Kanza memang gadis yang cantik dan
baik hati. Meskipun dia agak sedikit
konyol. Tapi tak apa, justru itulah keistimewaannya. Dia pandai bergaul dan
periang.
“Jessie,
Jessie….dimana kamu?”suara Kak Kanza terdengar. Aku sengaja tak mau menjawabnya
karea aku ingin mengagetinya.
“Taraa… Hai Kak Kanza? Apakah kau
mencariku?”kataku.
“ihh.. dasar anak kecil. Sukanya
ngejailin anak gede ya. Ayo kita ke mushola!”ajak Kak Kanza sambil menarik
tanganku tanpa memperdulikan jawabanku.
***
Aku, Kak Kanza dan teman-teman yang
lainpun segera pergi ke mushola. Aku melakukan sholat berjamaah dengan
teman-teman baruku. Kebersamaan ini begitu terasa, membuat jiwa ini merasakan
ketenteraman. Hati ini menjadi nyaman bersama mereka, meski aku bertemu dengan
mereka di waktu yang singkat. Diriku seakan menjadi sempurna, walau kurasa akan lebih sempurna
bila ada keluargaku di tengah-tengahku.
Sesaat akupun teringat dengan rumah,
keluarga, serta tetanggaku yang biasa nbobrol denganku.Kak Kanza melihatku
berkaca-kaca. Akupun tak jadi menangis karena Kak Kanza segera menghiburku.
Setelah shalat maghrib, aku dan yang
lain belajar vocabularies. Oh tidak!
Terkadang aku bertanya dengan diriku
sendiri. Kenapa aku harus menghafal banyak vocab
ini? Toh, kecil kemungkinan aku akan pergi ke Jerman, Australia, Italia
atau wilayah Eropa lainnya.
Akupun
malas menghafalkannya. Aku justru asyik ngobrol dengan Kak Kanza. Tiba-tiba Kak
Evi datang.
“Ayo Jessie, Kanza mana
hafalannya?”Tanya Kak Kanza.
“Ini kak, lagi hafalan!” jawabku sambil
pura-pura membuka buku.
Akhirnya kita selamat dari setoran vocab, karena adzan isya’ berkumandang.
Kamipun segera mengambil air wudhu dan shalat berjamaah.
15 menit kemudian.
Shalat isya’ selesai. Kami makan malam
bersama lalu sharing di kelas. Kami tertawa terbahak-bahak
mendengar kisah lucu dari yang lain.
“Mr. saya pernah lho ke kebun binatang,
monyetnya ngga mau disuapin. Tapi kalau sama saya, monyetnya mau, hehe,”canda
Kak Fani.
Hari mulai malam, lalu kami pulang.
***
Keesokan
harinya, kami bangun 30 menit lebih
pagi. Kita akan jalan-jalan sekaligus olahraga.
“Jes…buruan
ganti baju! Jangan sampai kita terlabat,”imbuh Kak Kanza.
“Iya
Kak, nih baru ganti baju.”
Di
jalan kita berolahraga sambil bercanda. “Seru juga ya, bangun pagi Cuma buat
olahraga.”Kata Kak Kanza.
Olahraga
memang penting. Namun sekarang banyak orang melupakan olahraga karena kegiatan
lain. Ini adalah salah satu pengaruh globalisasi untuk masyarakat Indonesia
yang menggeser budaya Indonesia.
Satu
setengah jam berlalu.
“Teman-teman
ayo kita sarapan, menunya menggoda lho!”ajak Kak Fani.
Kita
segera mengambil peralatan makan lalu sarapan. Yummi, lezatnya sarapan dengan
soto ayam khas Bangsri.
ü Mandi
ü Olahraga
ü Sarapan
Waktunya
belajar. Kita harus masuk ke kelas drama. Pagi ini kita persiapan penampilan
untuk closing program besok. Ternyata
cepat sekali ya! Kalau seperti ini rasanya berat untuk tinggalkan mereka.
***
“Dududam..dududam..dududam au.”
Ini adalah salah satu petikan kalimat yang akan diperankan Kak
Kanza.
Kita berlatih serius tapi juga santai.
Banyak hal menarik disini. Gladi bersih acara akan dimulai. Semuanya
bersiap-siap.
“3,2,1, action!” perintah Kak Humam
sebagai sutradara acara besok.
Inilah latihan kami. Kak Ocha dkk.
Menampilkan drama yang begitu menyentuh. Kak Fara dan kawan-kawan mengiringi
dengan paduan suara. Kak Fatma juga melantunkan puisi sederhana melambangkan persahabatan,
serta masih banyak lagi penampilan menarik persembahan kami.
Hari yang melelahkan. Tetapi kami tak
merasa lelah sedikitpun dengan kegiatan hari ini. Mala mini adalah malam
terakhir aku di asrama. Aku sedih karena aku akan tinggalkan teman-temanku dan
pergi membawa kenangan yang kuukir bersama mereka.
***
Hari ini hari terakhir. Kami mengepak
pakaian dan saling berpamitan. Kami lalu menuju ruang penutupan. Acara
penutupan akan segera dimulai. Orang tua kami sudah menunggu kami untuk melepas
rindu.
Bulan menampakkan sinar terangnya
Bentuknya yang sabit bagaikan lambing
senyumannya
Bintang selalu menemani bulan
Walau bintang tak memiliki sinar
secerah bulan
Tapi mereka selalu tak terpisahkan
Bulan dan bintang adalah sahabat
Sahabat sejati yang kan selalu bersama
Aku
bukanlah bulan yang bisa selalu memberikan sinarku
Untuk
bintang
Namun
aku selalu berharap aku bagai bulan yang setia menemani sahabat
Puisi Kak Kanza terdengar menyentuh.
Melambangkan penutupan program sedang berjalan. Rasa haru, sedih, bahagia
semuanya tersimpan di memori ini.
Namun ada pertemuan pasti ada
perpisahan. Kami tak kuasa hingga kami menitihkan air mata. Apalgi mendengar
lagu persembahan terakhir dari Kak Farad an kawan-kawan.
I am strong when I’m on your shoulders
You raise me up to more than I can be
Oh my friends
You raise me up to more than I can be
Hari ini hari yang tak akan kulupakan.
Aku tak pernah menyesal mengikuti program ini walau aku harus kehilangan
liburanku dan berpisah dengan keluargaku. Aku beruntung karena aku bertemu
bersama bintang-bintang seperti Kak Kanza dan yang lain. Bintang-bintang yang
selalu menemaniku kemarin, sekarang dan besok.
Selamat jalan kawan. Aku memberikan
salam terakhir untuk Kak Kanza dan yang lain. Akhirnya aku berjalan membawa
kenangan bersama mereka dan koperku. Aku melangkah pada ibuku untuk melepas
rindu dan menuju rumah tercintaku.
TAMAT
No comments:
Post a Comment